
Ceritaku

Bayangkan ini: Seorang anak (saya!) tumbuh di warung kaki lima Singapura, di mana nasi lemak nenek saya pada dasarnya adalah pengasuh saya dan aroma pasta cabai adalah parfum saya. Maju cepat 30 tahun (aduh, saya sudah tua), dan saya masih berkecimpung di dunia kuliner—tetapi sekarang, saya berpindah-pindah antara Singapura dan Kamboja seperti pangsit dalam keranjang kukusan. 🇸🇬❤️🇰🇭
Selama 20 tahun terakhir, Kamboja telah mencuri hati saya (dan perut saya). Saya telah menyeruput nom banh chok dengan pengemudi ojek pada pukul 6 pagi, berdebat tentang cara yang tepat untuk memakan prahok dengan teman-teman Kamboja di Battambang, dan mungkin—mungkin—memakan kepiting lada Kampot seberat badan saya. (Tidak ada penyesalan.)
Mengenai blog ini, saya akan mengupasnya satu per satu! Menguraikan topik-topik industri makanan menjadi bagian-bagian yang mudah dicerna.
“Semoga wajanmu tidak lengket, dan toleransimu terhadap cabai tidak akan pernah mengkhianatimu.” 🌶️
*penafian*
“Tidak bertanggung jawab atas keinginan mendadak, eksperimen dapur yang gagal, atau obsesi dengan lada Kampot.”